Liburan_Bernard Prima Purba_Tren Masyarakat Indonesia Berobat Ke Luar Negeri
Mengapa tren masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri masih kian meningkat? Bagaimana upaya mengatasinya?

Tren masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri sebenarnya bukan permasalahan yang baru. Namun, masalah ini kembali mencuat ke permukaan setelah Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo, baru-baru ini mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut ketika meresmikan tower A dan B RSUD dr. Soedarso, Pontianak, Kalimantan Barat. “Saya tuh paling sedih kalau mendengar ada warga negara kita yang sakit kemudian perginya ke luar negeri, ke Malaysia, ke Singapura, ada yang ke Jepang, ada yang ke Amerika, dan khusus untuk Kalimantan Barat, saya mendengar banyak sekali yang ke Kuching,” ujar Presiden Joko Widodo pada video yang diunggah di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (9/8/2022).¹
Kesedihan Presiden Joko Widodo tersebut bukan tanpa alasan. Banyaknya warga Indonesia yang berobat ke luar negeri menyebabkan Indonesia kehilangan devisa negara dalam jumlah yang sangat besar. “Berapa capital outflow kita, uang yang keluar untuk membiayai yang sakit dan ke luar negeri lebih dari Rp 110 triliun setiap tahunnya.” terang Presiden Joko Widodo.¹
Hal senada juga sempat diungkapkan oleh Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang juga merupakan alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D. “Kita setiap tahun kehilangan 11,5 miliar dolar AS karena banyak masyarakat Indonesia, sekitar 600 ribu hingga 1 juta orang yang berobat ke luar negeri,” ujar Dante ketika mengisi kuliah umum pada Muktamar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ke-31 dan Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) Ke-22 di Banda Aceh, Kamis (24/3/2022).²
Penyebab Banyaknya Warga Indonesia Berobat Ke Luar Negeri
Banyaknya masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri merupakan masalah multifaktorial. Salah satu faktornya adalah mahalnya biaya berobat di Indonesia jika dibandingkan dengan pengobatan di negara tetangga. Ketua Umum PB IDI, Muhammad Adib Khumaidi, menyatakan bahwa biaya berobat di Indonesia masih terbilang tinggi jika dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Mahalnya biaya pengobatan di Indonesia tersebut disebabkan oleh adanya pajak yang relatif besar untuk biaya obat dan alat kesehatan. “Nah ini yang harus dibuat oleh pemerintah adalah tentang pajak kepada obat dan alat kesehatan yang harus diturunkan karena itu akan mempengaruhi juga pada pembiayaan kesehatan,” ungkap Adib.³
Adib juga beranggapan bahwa masyarakat Indonesia masih kerap memandang kompetensi dokter-dokter di luar negeri lebih baik dibandingkan dengan dokter-dokter di Indonesia. Padahal, menurut Adib, dokter di Indonesia memiliki kompetensi yang sama dengan dokter di luar negeri melalui adanya upaya penyetaraan kompetensi, khususnya dengan dokter-dokter di ASEAN. “Sehingga tidak dapat dikatakan bahwa di sana kompetensinya lebih baik, sama sebenarnya kompetensinya,” terang Adib.³
Faktor selanjutnya yang tak kalah penting adalah fasilitas dan teknologi medis negara tetangga yang lebih canggih dibandingkan dengan Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh, dr Safrizal Rahman. “Peralatan pendukung kesehatan seperti alat laboratorium, alat pemeriksaan penunjang, beserta alat yang dibutuhkan tenaga medis untuk melakukan pengobatan, alat-alat ini umumnya Indonesia harus mengimpor dari luar negeri,” kata Safrizal. “Ini yang mungkin kita tertinggal, peralatan tersebut relatif lebih mahal sehingga untuk kemampuan membeli dari rumah sakit agak susah, apalagi meng-update ke generasi terbaru dan seterusnya,” tambahnya.⁴
Adib dan Safrizal sama-sama mengamini masalah selanjutnya, yakni perihal pelayanan kesehatan. Adib menjelaskan bahwa masyarakat tak akan berpikir untuk berobat ke luar negeri jika pelayanan kesehatan di Indonesia menjunjung service of excellent. “Kita harus merubah mindset pelayanan kesehatan di Indonesia untuk benar-benar memberikan satu service excellent sehingga kemudian tidak menjadi kecenderungan untuk masyarakat kita untuk berobat ke luar negeri,” ujar Adib. Sementara itu, Safrizal menekankan bahwa upaya paradigma pelayanan kesehatan saat ini seharusnya sudah mengarah ke patient-centered, yakni melakukan pelayanan kesehatan secara holistis demi kepentingan pasien. “Saya pikir kalau di Indonesia kita juga punya pusat pelayanan yang mem-branding atau semua yang dilakukan untuk kepentingan pasien bahkan dilakukan secara holistis, tentu pelayanan kita juga bisa meningkat. Akan tetapi, ini akan meningkatkan pula pembiayaan dari seorang pasien,” ungkap Safrizal.⁴
Upaya Pemerintah Menanggapi Masalah Tersebut
Kementerian Kesehatan telah menyusun langkah konkret dengan melakukan transformasi sistem kesehatan yang berfokus pada 6 pilar, salah satunya transformasi layanan rujukan yang bertujuan untuk mendekatkan akses layanan kesehatan kepada masyarakat. “Berkaca dari pandemi Covid-19, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan layanan kesehatan terhadap penyakit katastropik terutama di Daerah Terluar, Pedalaman, dan Kepulauan (DTPK). Kita perlu dorong, karena pelayanan rujukan rumah sakit sangat penting untuk masyarakat,” ungkap Wamenkes Dante. “Kita targetkan 34 provinsi memiliki minimal 1 RS tingkat paripurna/utama dan 507 kabupaten/kota memiliki minimal 1 RS tingkat menengah,” tambah Dante.⁵
Upaya konkret lain yang telah diupayakan pemerintah adalah melakukan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan yang berlokasi di Sanur, Bali. Persetujuan KEK Sanur ini dilakukan pada sidang Dewan Nasional KEK yang dipimpin oleh Dewan Nasional KEK, Airlangga Hartarto, pada 22 Juli 2022. Saat ini, sudah terdapat komitmen investasi dari PT Pertamina Bina Medika (IHC) mengenai pembangunan rumah sakit internasional yang bekerjasama dengan Mayo Clinic. Rumah sakit internasional ini nantinya akan menyediakan peralatan medis canggih yang mutakhir. Rumah sakit ini nantinya juga akan mempekerjakan dokter terbaik dalam negeri yang bekerja sama dengan tenaga kesehatan dan dokter asing untuk mewujudkan adanya transfer pengetahuan antardokter. Dengan demikian, KEK merupakan jawaban dari pemerintah terkait banyaknya masyarakat yang berobat ke luar negeri karena terbatasnya fasilitas kesehatan di dalam negeri. Di tahun 2030, diproyeksikan sekitar 4% hingga 8% penduduk Indonesia yang sebelumnya berobat ke luar negeri menjadi berobat ke KEK Sanur, dengan total pasien berkisar antara 123 ribu sampai dengan 240 ribu jiwa. Dengan begitu, total penghematan devisa yang dihasilkan hingga tahun 2045 diharapkan dapat mencapai Rp 86 Triliun. Selain itu, total penambahan devisa pada periode yang sama diharapkan dapat mencapai Rp19,6 triliun.⁶
Serangkaian upaya yang dilakukan pemerintah merupakan langkah awal yang baik untuk menarik minat berobat masyarakat di dalam negeri. Tentunya, kita semua berharap bahwa usaha yang telah dicanangkan dapat terlaksana sesuai dengan rencana untuk mewujudkan kemandirian kesehatan di Indonesia. bernard
REFERENSI
- Rizqo KA. Jokowi sedih dengar ada warga Indonesia sakit berobat ke luar negeri [Internet]. Jakarta: Detiknews; 2022 Aug 09 [cited 2022 Aug 12]. Available from: https://news.detik.com/berita/d-6224906/jokowi-sedih-dengar-ada-warga-indonesia-sakit-berobat-ke-luar-negeri
- Surry K. Wamenkes ungkap sejuta warga RI berobat keluar negeri per tahun [Internet]. Banda Aceh: Antara; 2022 Mar 24 [cited 2022 Aug 12]. Available from: https://www.antaranews.com/berita/2780849/wamenkes-ungkap-sejuta-warga-ri-berobat-keluar-negeri-per-tahun
- CNN Indonesia. IDI respons menkes soal fenomena warga berobat ke luar negeri [Internet]. Jakarta: CNN Indonesia; 2022 Apr 25 [cited 2022 Aug 12]. Available from: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220425094810-20-789206/idi-respons-menkes-soal-fenomena-warga-berobat-ke-luar-negeri.
- Nora. Ketua IDI Aceh ungkap penyebab banyak WNI pilih berobat ke luar negeri. Banda Aceh: Dialeksis; 2022 Aug 11 [cited 2022 Aug 12]. Available from: https://dialeksis.com/aceh/ketua-idi-aceh-ungkap-penyebab-banyak-wni-pilih-berobat-ke-luar-negeri/amp
- Risalah DF. Kemenkes targetkan 34 provinsi miliki minimal 1 RS tingkat paripurna/utama [Internet]. Jakarta: Republika; 2022 Aug 11 [cited 2022 Aug 12]. Available from: https://www.republika.co.id/berita/rgg5va380/kemenkes-targetkan-34-provinsi-miliki-minimal-1-rs-tingkat-paripurnautama
- Riyanto P. KEK Kesehatan pertama di Indonesia, KEK Sanur siap wujudkan peningkatan kualitas kesehatan Indonesia [Internet]. Jakarta: Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Republik Indonesia; 2022 Jul 27 [cited 2022 Aug 12]. Available from: https://kek.go.id/berita/2022/07/KEK-Kesehatan-Pertama-di-Indonesia-KEK-Sanur-Siap-Wujudkan-Peningkatan-Kualitas-Kesehatan-Indonesia-334